Aib Seorang Pendonor Sumsum Tulang Belakang
00.07 Cerita Lokal, Cerita Motivasi 3 komentar W4nz
Sebuah Kisah Nyata Yang Terjadi di Itali!!
Seorang anak perempuan yang menderita leukimia ternyata menyimpan suatu kisah yang memalukan di suatu perkampungan Itali. Martha, 35 thn, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang.
Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit putih, tetapi diantara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik perhatian setiap orang disekitar mereka untuk bertanya, Martha hanya tersenyum kecil berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam, dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini.
Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam tinggi. Terakhir, Dr.Adely memvonis Monika menderita leukimia. Harapan satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya.
Dokter menjelaskan lebih lanjut. Diantara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pedonor tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang.
Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak satupun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi. Dan mendonorkan darah anak untuk Monika. Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa suara "Tuhan.. kenapa menjadi begini?"
Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada pengaruhnya. Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama. Terakhir mereka hanya berkata, "Biarkan kami memikirkannya kembali."
Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter. "Kami ada suatu hal yang perlu memberitahumu.. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun." Dr.Adely menganggukkan kepalanya.
Itu adalah 10 tahun lalu, bulan 5 1992. Waktu itu anak kami yang pertama,Eleana telah berusia 2 tahun. Martha bekerja di sebuah restoran fast food.
Setiap hari pukul 10 malam baru pulang kerja.. Malam itu, turun hujan lebat. Saat Martha pulang kerja, seluruh jalanan telah tiada orang satupun. Saat melalui suatu parkiran yang tak terpakai lagi.
Martha mendengan suara langkah kaki, dengan ketakutan memutar kepala untuk melihat, seorang remaja berkulit hitam tengah berdiri di belakang tubuhnya. Orang tersebut menggunakan sepotong kayu, memukulnya hingga pingsan, dan memperkosanya. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satupun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh.
Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali. Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih mengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi kami. Begitulah, kami ketakutan menunggu beberapa bulan. Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa.
Aku dan Martha merupakan warga Kristen yang taat, pada akhirnya kami memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika. Mata Dr.Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami kenapa bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukkan kepala berkata. Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika.
Beberapa lama kemudian, ia memandang Martha dan berkata. "Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya, atau sumsum tulang belakang anaknya ada yang cocok untuk Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian?" Martha berkata : "Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya.. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya." Dr.Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu. Berita pencarian yang istimewa ini mengakibatkan banjir pedonor sumsum tulang belakang.
Terlebih lagi lewat waktu begitu lama, mau mencari sang pemerkosa dimana Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya memutuskan memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama samaran. November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini,17 Mei 1992 di parkiran mobil ke 5 Wayeli, seorang wanita kulit putih diperkosa oleh seorang kulit hitam.
Tak lama kemudian, sang wanita melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam. Ia dan suaminya tiba-tiba saja menanggung tanggung jawab untukmemelihara anak ini. Sayangnya, sang bayi kini menderita leukemia (kanker darah). Dan ia memerlukan transfer sumsum tulang belakang segera.
Ayah kandungnya merupakan satu-satunya penyambung harapan hidupnya.Berharap agar pelaku pada waktu itu saat melihat berita ini, bersedia menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth.
seperti yang digambarkan sebelumnya. Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukimia!
Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini. Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya. Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap.
Saat ini juga seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana cerita ini berakhir.
(suratkabar Roma) Komentar dengan topik : Orang hitam itu akan munculkah? Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya. Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya. Haruskah ia menerima hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini?
(Surat kabar Wayeli) menulis topik : Bila Anda orang berkulit hitam itu, apa tindakan yang Anda lakukan? sebagai bahan diskusi. Dan menarik berbagai pendapat akan sulitnya berada di dua pilihan ini. Bagian penjara setempat terus berupaya membantu Martha, memberikan laporan terpidana hukuman pada tahun 1992 pada RS. Dikarenakan jumlah orang berkulit hitam di kota ini
hanya sedikit, maka dalam 10 tahun terakhir ini juga hanya sedikit jumlah terhukum berkulit hitam. Mereka berkata pada Martha : Sekalipun beberapa orang bukanlah terhukum karena tindak perkosaan, tapi mungkin beberapa juga menemui hal seperti ini.
Beberapa orang ini juga sebagian telah keluar penjara, sebagian lainnya masih berada di dalam penjara. Martha dan Peterson menghubungi beberapa orang ini, begitu banyak terpidana waktu itu yang bersungguh-sungguh dan antusias untuk memberikan petunjuk. Tapi sayangnya, mereka semua bukanlah orang hitam yang memperkosanya waktu itu. Tak lama kemudian, kisah Martha menyebar ke seluruh rumah tahanan, tak sedikit terpidana yang tergerak karena kasih ibu ini, tak peduli mereka berkulit hitam maupun berkulit putih, mereka semua bersukarela mendaftar untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang, berharap dapat mendonorkannya untuk Monika. Tapi tak satupun pedonor yang memenuhi kriteria di antara mereka.
Berita pencarian ini mengharukan banyak orang, tak sedikit orang yang bersukarela untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang, untuk mengetahui apakah dirinya memenuhi kriteria. Para sukarelawan semakin lama semakin bertambah, di Wayeli timbullah wabah untuk mendonorkan sumsum tulang belakang.
Hal yang mengejutkan adalah kesediaan para sukarelawan ini menyelamatkan banyak penderita leukimia lainnya, sayangnya Monika tak termasuk diantara mereka yang beruntung. Martha dan Peterson menantikan dengan panik kemunculan si kulit hitam.
Akhirnya dua bulan telah lewat, orang ini tak muncul-muncul juga. Dengan tidak tenang, mereka mulai berpikir, mungkin orang hitam itu sudah telah meninggalkan dunia ini. Mungkin ia telah meninggalkan jauh-jauh kampung halamannya. Sudah sejak lama tak berada di Itali. Mungkin ia tak bersedia merusak kehidupannya sendiri, tak ingin muncul. Tapi tak peduli bagaimanapun, asalkan Monika hidup sehari lagi, mereka tak rela untuk
melepaskan harapan untuk mencari orang hitam itu. Disaat sebuah jiwa merana tak menentu, harapan selalu disaat keputusasaan melanda kembali muncul.
Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit hitam, bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran tergelam merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.
Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis, yang selalu
mendiskriminasikannya. Tak peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya.. 17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, ditengah kesibukan ia memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran. Ditengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih. Malam berhujan lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha. Untuk
membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang wanita yang tak berdosa ini.
Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu juga ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese, meninggalkan kota ini. Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya, dan menikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka. Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu.
Dimata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik, ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya. Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tentram. Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun.. Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan
dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malang itu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya.
Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi no. Telepon Dr.Adely.Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun.
Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha. Sang istri, Lina berkata : "Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian". Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba
mengajukan pertanyaan : "Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu?" "Sedikitpun aku tak akan memaafkannya!!! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut! Ia benar-benar seorang pengecut!" demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan. Ajili mendengarkan saja, tak berani
mengatakan kenyataan pada istrinya.
Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur, untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata : "Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku". Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata : "Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya".
Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya, dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya : "Baiklah, kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya." Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar dalam neraka. Dimatanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu. Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri :
"Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat?" Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah. Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya ramah : "Selamat pagi, manager!" Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya.
Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja, iapun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya tetap tenang : "Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu." Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr.Adely menambahkan kalimat terakhirnya berkata : "Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan ayah kandungnya." Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar,
bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri! Ia pun membulatkan tekad untuk menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini.
Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir ia berkata : "Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya." Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah : "Kau PEMBOHONG!" Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah ibunya.
Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya : "Memang benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia memperbaiki dirinya. Ataukah seorang suami
yang selamanya menyimpan kebusukan ini didalamnya?" Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama. Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan, Lina menetapkan hatinya berkata : "Ajili, pergilah menemui Dr. Adely! Aku akan menemanimu!"
3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely. 8 Februari, pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili benar-benar adalah ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu. Segalanya berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya, mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan.
cerita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus menelepon, menulis surat pada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat : "Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan!"
10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka,namun pada permohonan ketiga Martha, iapun menyetujui hal ini. 18 Februari,dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili.
Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Martha, langkah kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama mengalir. Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata : "Maaf... mohon maafkan aku! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung kepadamu." Martha menjawab :"Terima kasih Kau dapat muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku".
19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili. Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika. Sang dokter berkata dengan antusias : "Ini suatu keajaiban!"
22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan. Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr. Adely datang kerumah mereka untuk merayakannya. Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon Dr. Adely membawa suratnya bagi mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata :"Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian.
Aku berharap Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian". Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam,dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di saparoh usiaku selanjutnya.
Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku!"
Bagaimana pendapat anda tentang Ajili seorang pemerkosa yang hina ataukah seorang yang berani melihat dia kembali datang untuk mendonorkan sumsum?
Tags: Cerita Lokal, Cerita Motivasi
Sharing is sexyRelated posts
3 komentar for this post
Leave a Reply
Cerita yang bagus.
Saya rasa... Ajili terpengaruh Alkohol dan rasa emosi pada boss nya... semua manusia pernah Khilaf... dan Ajili mungkin orang beruntung yang bisa bertobat sekaligus meminta maaf pada orang yang pernah di dosai nya...
two thubs up for ajili ... http://i50.tinypic.com/16kc8qg.jpg